Senin, 29 November 2010

Pembonsaian Kasus Gayus

Bagi siapa saja yang rutin menonton persidangan kasus Gayus HP Tambunan atau setidaknya rutin mengikuti pemberitaannya, semua pasti setuju, Gayus adalah sosok yang sangat cerdas, tenang, dingin dan punya selera humor yang sangat bagus. Dengan kata lain, ia punya semua kualitas untuk menjadi aktor besar dalam lakon mafia.

Dalam setiap kasus besar, yang menarik bagi saya selalu bukan hukumnya, karena hukumnya (pasalnya) ya itu itu saja, melainkan kharakter tokoh-tokohnya. Dengan tipikal kharakter seperti Gayus, sangat masuk akal jika ia potensial membangun sekenario “pembonsaian” terhadap kasusnya. Atau, jika bukan ia yang membangun sekenario pembonsaian itu, maka ia cenderung akan setuju-setuju saja kasusnya dibonsai. Suatu hal yang rasional sekali dari segi taktis hukum.

Sebagaimana disorot banyak pihak, termasuk juga jadi kegeraman penasehat hukum Gayus, Advokat Adnan Buyung Nasution, kasus Gayus jelas sekali telah dikerdilkan atau dibonsai. Dari harusnya diduga melibatkan banyak pihak, meliputi atasan Gayus dan para pengusaha raksasa yang kasus pajaknya ditangani Gayus, termasuk Group Bakrie, serta para oknum penegak hukum yang terlibat dalam jejaring mafia hukum didalam kasus ini, menjadi hanya difokuskan pada aktor lapangan penerima suap seperti Gayus dan Kompol Arafat Enanie Cs. Pemberi suap, wajib pajak, mana?

Dengan jurus pembonsaian itulah Gayus bisa “menggerakkan” kasus ini dari dalam tahanan. Sehingga Gayus terbela diam-diam dengan sendirinya. Bahkan, mungkin saja, menjaring uang lebih banyak lagi justru dari balik jeruji tahanan. Pihak yang potensial tersudut oleh proses hukum cenderung melakukan apa saja supaya tidak kena. Suatu hal yang manusiawi sekali.

Tangan-tangan tidak terlihat yang akan membela Gayus sudah pasti orang-orang berkuasa yang potensial terseret dalam pusaran kasus Gayus. Ya, siapa lagi jika bukan para cukong dan para jagoan mafia hukum sebagai kolaboratornya. Dengan membela Gayus, para cukong dan jagoan ini hakikatnya membela diri mereka sendiri.

Langkah kaki Gayus hingga ke Bali dapat dibaca sebagai bagian dari gerakan sekenario besar “pembonsaian” kasus mafia pajak yang melibatkan Gayus. Adalah sangat tidak masuk akal jika Gayus hanya pelesiran nonton tenis ke Bali. Tidak. Pasti ada misi besar di sana.

Pembicaraan sebuah misi besar kalangan mafia, sebagaimana sering digambarkan dengan meyakinkan dalam film-film Hongkong dan Holywood, bukan di lobi-lobi hotel atau restoran terkenal, tetapi di keramaian pacuan kuda atau di kehingaran pertandingan tenis. Ah, jadi teringat film “Public Enemies” (2009) yang dimainkan dengan sangat brilian oleh aktor Johnny Depp. Hanya orang-orang jenius yang bisa melakukannya! He-he-he-he, kebanyakan nonton film nih.

Jika sekenario pembonsaian ini terbongkar, maka lakon besar mafia hukum ini akan berakhir hepi ending. Penonton pasti senang dibuatnya.

Sebaliknya, jika pembonsaian ini berhasil sukses, maka drama mafia pajak ini akan berakhir mengecewakan. Penonton pasti keluar ruangan dengan bersungut-sungut. Orang-orang akan berteriak marah. Karena tidak ada yang berubah dalam kultur penegakan hukum di negeri ini, kecuali jurus-jurus kalangan mafia hukum yang makin tangguh saja dari hari ke hari. Berbalas pantun dengan aparat yang bisa dibeli.

Sayangnya, episode pembonsaian inilah yang penonton saksikan saat ini.(*)

(*) Penulis Advokat/Praktisi Hukum, tinggal di Padang. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar