Minggu, 28 November 2010

PNS Mania



PENERIMAAN calon pegawai negeri sipil (CPNS) segera dibentangkan pada akhir tahun ini. Berbagai departemen atau instansi dan pemerintah daerah membuka ribuan lowongan bagi lebih kurang 35 juta penganggur di republik ini. Para lulusan sekolah atau perguruan tinggi mungkin deg-deg-ser menunggu hari tes dan hasilnya.

Tulisan ini mencoba mengemukakan gejala menarik sekaligus ironik seputar dunia para PNS mania. Tentu PNS mania di sini bukan diartikan kegilaan, tetapi obsesi, hasrat, antusiasme, dorongan yang kuat, dan cinta sekalangan orang pada PNS.

Di tengah sempitnya peluang kerja, PNS dijadikan tumpuan harapan penopang masa depan. Bekerja sebagai PNS di mata banyak orang dipandang lebih menjanjikan daripada pekerja mandiri (wiraswasta)  atau pegawai perusahaan swasta, karena gaji tetapnya dan, tentu saja, jaminan hari tua berupa uang pensiun. Di sinilah menariknya. Dalam alam-sadar maupun bawah-sadar sekalangan orang sekolahan, menjadi PNS seperti sebuah cita-cita tertinggi setelah menamatkan sekolah, semacam prestise di tengah keluarga dan masyarakat. Sementara pada sisi lain, peluang menjadi PNS sangat kecil, dan yang sudah kecil ini pun menjadi tambah kecil apabila proses seleksi kelulusannya menggunakan lagu lama: kongkalingkong ala kingkong (semoga tak terjadi).

Barang kali sidang pembaca pernah memikirkan, mengapa penganggur begitu banyak di republik ini, apakah karena pemerintah tidak sanggup menciptkan lapangan kerja, ataukah angkatan kerjanya sendiri yang tidak mampu meraup peluang atau menciptkan lapangan kerja mandiri (berwiraswasta)?

Tentu sah-sah saja pendapat sebagian kalangan, kalau penyebab tingginya angka pengangguran karena kekurangmampuan atau katakanlah keterbatasan suatu rezim pemerintahan untuk melahirkan lapangan kerja baru. Dengan pembahasaan lain, bukan pencari kerja yang tidak mampu bekerja tapi pemerintahlah yang tidak sanggup menciptakan lapangan kerja, alias ada nuansa struktural di balik tingginya angka pengangguran; sama sahnya anggapan yang menyatakan, pengangguran lebih disebabkan kelemahan individu menangkap peluang dan melakukan pemosisian dalam peta persaingan kerja.

Sambil menunggu pencapaian kinerja pemerintahan SBY yang tidak lagi muda seumur kebun singkong ini, ada baiknya mengenali kharakteristik dunia kerja, lalu memikirkan kualitas keluaran dunia pendidikan, dimana sekarang, sialnya, banyak yang menganggur. Hal ini penting sebagai modal (bekal) bagi yang tengah menuntut ilmu atau yang sedang pontang-panting mencari kerja, tentu dilanda cemas dan kegamangan, agar tidak cemas dan gamang lagi.

Tenaga terdidik, sejauh yang kita lihat, adalah produk kurikulum dan kebijakan pendidikan secara nasional. Pendidikan tinggi kita, misalnya, memang seperti tidak di-design untuk melahirkan tamatan yang umpama kata seperti “tukang insinyur” yang, tidak hanya intelek, tetapi juga ahli dan sarat dengan keterampilan. Contohnya pendidikan tinggi hukum, keluarannya adalah “pemikir hukum” dan bukanya “ahli hukum” yang bisa menerapkan teori hukum ke dalam pemecahan masalah in concreto. Sedangkan ilmu hukum tergolong ilmu terapan (applied science), tapi mengapa keluaran fakultas hukum cenderung gagap menerapkan ilmunya? Berarti memang ada yang salah pada sistem pengajaran di fakultas hukum.

Yang terjadi—dengan kurikulum seperti sekarang—mahasiswa by design berlomba mengumpulkan poin satuan kredit semester (SKS) sebanyak-banyaknya agar cepat tamat dan ber-indeks prestasi kumulatif (IPK) tinggi. Konsekuensi lanjutannya adalah, mahasiswa pintar hanya diukur dari seberapa cepat tamat dan tinggi IPK-nya, terlepas apakah IPK itu diperoleh dengan melulu hapalan, tetapi gagap dalam berlogika, berdiskusi, dan apalagi kalau juga anti organisasi. Akhirnya, ya, berpeluang besar jadi pengangguran.

Namun demikian, mungkin saja ada faktor lain (faktor-X) penyebab fenomena di atas. Yang jelas, di tengah lautan penganggur di negeri ini, apalagi yang dipunya pencari kerja kecuali secercah harapan? Akhirulkata, selamat berjuang dengan penuh fairness bagi pelamar PNS musim ini.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar