Oleh Sutomo (*)
Dari sekian banyak instrumen ekonomi, bank dan asuransi adalah yang
paling tak masuk akal. Bagaimana tidak, nasabah setor uang ke bank tapi
malah bayar. Sedangkan uang itu dimanfaatkan bank habis-habisan untuk
mengeruk keuntungan dengan menyalurkannya ke kredit yang bunganya
mencekik, atau, jika malas mengucurkan kredit, uang nasabah tadi akan
ditarok ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dengan bunga berlipat-lipat
dibandingkan bunga yang diberikan pada nasabah penyimpan.
Sekedar gambaran betapa “merusaknya” bank itu, berikut ini adalah
nasehat Warren Buffet, orang terkaya nomor dua di dunia saat ini: untuk
meraih sukses dan kebebasan keuangan jauhilah pinjaman bank atau kartu
kredit!
Maka, wajarlah jika di negara maju seperti Jepang membuat kebijakan
bunga bank sangat rendahnya sehingga warga tidak menarok uangnya di bank
melainkan menggunakan uangnya untuk bisnis riil.
Memang. Tidak semua produk perbankan itu jelek. Jasa penyimpanan (safe deposit box) bolehlah cukup membantu. Jasa simpanan dalam bentuk emas juka oke. Oh, ya, masih ada yang lain yang oke?
Sama tak masuk akalnya adalah asuransi. Bagaimana mungkin kita
mengalihkan resiko pada asuransi dengan membayar premi (premi pasti
harus dibayar) sedangkan resiko itu tidaklah pasti akan terjadi, tapi
pembayaran premi pasti harus dilunasi. Jika resiko tidak terjadi dalam
kurun tertentu masa tanggungan, premi dianggap hangus. Owww, tidak adil
banget.
Mendingan uang digunakan untuk investasi riil, atau ditabung sendiri
(bukan di bank, tapi dalam bentuk emas, sertifikat saham, dll). Saat
resiko benar-benar terjadi, uang tadi bisa digunakan untuk mengatasi
resiko tersebut.
Sesungguhnya, ada alasan lain mengapa aku tak suka asuransi dalam
segala bentuk dan turunannya. Ya, karena tak tahan dengan prosedur
birokrasinya. Ketika resiko benar-benar terjadi, harus siapkan bukti
inilah, bukti itulah, fotocopy itulah, inilah, lalu menunggu.
Harap-harap cemas permohonan dikabulkan pihak asuransi. Seolah-olah
nasabah yang memohon dan meminta-minta. Dan asuransi adalah malaikat
penolong. Padahal, duitnya duit nasabah!
Sore kemaren agen asuransi datang ke rumah. Baru duduk sudah
kusampaikan pendirian di atas. Langsung deh agen itu ngacir. Ha ha ha
ha!(*)
(*) Penulis advokat/praktisi hukum, tinggal di Padang